Sunday, January 27, 2013

# 5 # Dawai Hujan


 
Aku penikmat hujan
Karena melalui hujan
Rasa percaya diriku tumbuh
Seiring perlina indah hinggap di atas tengadah kepala
Dan rentangan tanganku

Aku penyuka hujan
Karena melalui hujan
Gulanaku berbaur dalam deru rintik
Yang saling berpasung dengan derai air mata

Aku pecinta hujan
Karena melalui hujan
Rahasiaku aman tersimpan
Hingga ruang dan waktu tak berbatas

Aku perindu hujan
Karena melalui hujan
Yang membasahi kalbu dan drapadiku
Dia memanggilku dengan sebutan
Sang Putri Hujan

Purwokerto, 24 September 2010

# 4 # Petikan Hujan

 
Aku suka mencium bau angin di kala hujan
Karena mengingatkanku akan hari pertama
Aku bertemu dengan dia
Dibawah payung kelabu
Ditemani hembusan angin
Yang membawa wangi tubuhnya
Membuatku semakin merindukan drapadinya
Tuk' selalu berada di dekatnya 


Purwokerto, 24 September 2010

Judul: Petikan Hujan
Untuk Para Sahabat di Pelangi Kasih 

# 3 # Jejak Pantai



Aku melihatnya datang
Menuju jejak berdiriku

Dari arah timur
Dalam balutan angin selatan
Berkalungkan selendang lazuardi utara
Berwajah secerah mentari ufuk barat

Terbit suatu tanya dalam hati
Saat derapnya meretap
Mendekati jejak berdiriku

Untukku kah'
Senyum sendu rupawannya
Untukku kah'
Tatapan teduh jendela hatinya
Untukku kah'
Kesejukan embun raganya

Ataukah hanya sepotong dimensi euforia
Hingga rasa sanubari terpias romansa
Meluruhkan seluruh daya sehat

Sejejak langkah dimajukannya
Melintasi jejak berdiriku

Terangnya siang ditelusuri dengan tegap
Gelapnya malam dikitari tanpa takut
Walau akhir tak diketahuinya
Hanya rasa mampu dikenalnya

Sepenggal langkah diayunkannya
Menjauhi jejak berdiriku

Dengan gegap di tiap derap
Tiada ragu dalam pijakan
Melintas relung tak terpercik bayang
Membawa bersamanya asa keraguan
Meninggalkan kilau harapan

Sebab dalam sukma terdalamnya
Tertanam bayang wajah sang pelipur
Yang ingin dijumpainya di tepi saka
Tuk' menyusun kembali serpihan laranya

Purwokerto, 20 September 2010

# 2 # Kopi dan Coklat

Aku duduk bersama kopi
Berdampingan dengan coklat
Tak perlu lagi ditemani gula
Cukup hanya susu hangat duduk diantara kita

Aku duduk bersama kopi
Berdampingan dengan coklat
Terbang dalam angan
Di hadapan kotak cahaya
Menorehkan kata
Membuahkan tulisan



Aku duduk bersama kopi
Berdampingan dengan coklat
Bagai teman dan sahabat
Laksana perangko dan amplop surat
Tak terpisahkan
Tak terceraikan

Aku duduk bersama kopi
Berdampingan dengan coklat
Bergandengan dengan gelap akan terang bintang
Bercahaya rembulan
Bermimpi menjadi besar
Di kemudian hari

Aku duduk bersama kopi
Berdampingan dengan coklat
Ingin melihat dunia yang damai
Indah akan persahabatan dan persaudaraan


Purwokerto, 18 September 2010

# 1 # Gaun Putih Perawan


 Dia datang bersama hujan
Lalu pergi bersama malam
dalam gelap

Dia datang bersama matahari
Lalu pergi bersama bayangan
dalam terang

Dengan membawa seikat janji di tangan
Untuk kembali di hari mendatang
Pada tahun cahaya yang telah ditetapkan
Untuk menjemput sang pujaan

Namun janji hanyalah sepotong ikrar tak berikat
Dia hanya kembali bersama angin
Menerbangkan sejuta harapan pergi bersamanya
Dalam kemilau langit biru tak berbatas

Biru banyu tak mampu meretas keputihan awan
Yang berubah menjadi kelabu
Menyesatkan jalannya 'tuk kembali
Kepada rembulan yang telah menanti

Ragu dalam kalbu
Berkalang bagai debu penahan rindu
Dalam relung hati terdalam
Mengurai resah dalam dirinya

Air mata bergulir bagai mutiara indah dalam lautan
Menyilangkan cahaya bintang
Membentuk sejumput pelangi
Laksana jembatan kahyal tak berujung
Membawanya melintas kekelaman awan kelabu
Tuk' kembali pada sang perindu
Yang duduk menanti dengan setia
di tepi horizon


Purwokerto, 18 September 2010

Pembicaraan Hati

Saat kamu merasa sendiri dan kesepian, kamu merasa takut. Namun, kamu harus tahu bahwa Tuhan selalu menjagamu walau dalam kegelapan yang kelam sekalipun sebab Dia tidak pernah meninggalkan setiap manusia yang disayangi-Nya menderita akan kesendirian. Jika tidak sanggup untuk menyadari akan kehadiran-Nya, ucapkanlah sepatah dua patah bahasa dari doa syahadat yang dapat kamu rapalkan, lebih bagus lagi jika itu wujud dari doa spontanitas yang berasal dari hati nuranimu yang terdalam untuk semakin mengkokohkan imanmu yang rapuh dan goyah.

Aku bukan pendeta juga bukan biarawati ataupun orang yang religius yang bisa mengajarkanmu akan pengertian tentang kasih sayang dari Yang Maha Esa, sebab aku hanyalah manusia biasa dan fana karena masih memiliki dosa hingga akhir hayat yang juga selalu merasakan haus akan kasih sayang dari-Nya. Aku tidak mengejar ketenaran dari apapun yang dapat diberikan oleh dunia ini, namun dari luruk sanubariku sangat mengharapkan akan pengampunan dari-Nya sebab dari Dia-lah aku memperoleh yang disebut dengan kehidupan.

Aku menangis di kala aku sedih karena kesendirianku, aku takut tersesat hingga ke jurang gelap yang dalam, dan aku takut tidak mampu lagi mengenali dunia kenyataan. Apakah karena beban akan rutinitas hidup di fana membuat pikiranku menjadi tidak menentu hingga membuatku mengambil langkah yang ceroboh sehingga aku menjadi mudah frustasi? Aku tidak tahu hingga saat ini. Hingga malam bersinarkan rembulan yang terpaksa menggunakan bantuan cahaya matari untuk tetap bisa menyinari bumi. Terus terang aku sering tidak yakin akan kemampuanku untuk bangkit berdiri seperti dulu kalanya saat pertama kali menghembuskan nafas dengan kencang dan kuat kala menghadapi dunia baru setelah dilahirkan keluar dari rahim yang hangat dan nyaman. Apakah aku masih bisa mempertahankan kepercayaan diri yang perlahan namun pasti luntur dari diriku? Kurasa hanya Tuhan yang tahu karena aku tidak sanggup untuk mengungkapkan dan memprediksikannya.

Kekhawatiranku akan ketidakpedulian orang terhadap sekitar menjadi berdampak pada diriku khawatir tidak ada lagi orang yang peduli denganku. Terlalu mendalamkah aku dalam memikirkan dan mempertanyakan hidup?

Aku berjanji atas namaku sendiri, aku tidak akan pernah mengucapkan kata lelah hingga kugapai cita cita yang aku inginkan. Sebab bintang-bintang di langit itu senantiasa bersinar agar segera dipetik kala impian dan pencapaian cita-cita telah terlaksana dalam kemuliaan dan kerja keras. Dan kurasa aku telah sanggup menenangkan hatiku dengan selesainya lembaran ini.

Jakarta, 3 Mei 2009

Just Write It Down!

Saya bukan Paris Hilton, yang akan mewarisi jaringan Hotel Hilton Int'l di seluruh penjuru dunia yang akhirnya memutuskan untuk menulis buku tentang dirinya yang begitu sederhana di tengah gelimangan harta hingga menulis tentang anjing chihuahua kesayangannya, Tinkerbell. Saya juga bukan Nicole Richie, yang diadopsi oleh Mr.Lionel Richie saat berusia 4 tahun dari ibu yang seorang pecandu alkohol dan menikah dengan Joel Madden lalu melahirkan seorang putri yang lucu, Harlow, yang mencetak "The Truth About Diamonds" menjadi best-seller di hampir seluruh dunia. Saya pun bukan Carrie Bradshaw (diperankan oleh Sarah Jessica Parker di Sex and The City) ataupun Rebecca Bloomwood (diperankan oleh Isla Fisher di Confession of A Shopaholic) talenta menulis dan mengarang yang luar biasa dan tinggal di sebuah apartemen yang nyaman di kota Manhattan. Sebab saya hanyalah seorang perempuan yang ingin menorehkan tinta hitam di atas kertas putih untuk menceritakan beragam kisah tentang kehidupan yang hanya bisa dibaca melalui hati dan pikiran terdalam. Pikiran logis akan sulit mencerna karena mengandalkan realita.

Saat pikiran dari dalam kepala dan kata-kata dari mulut sudah tidak bisa menanggapi lebih lanjut tentang sebuah tulisan, maka hati dari jiwa terdalamlah yang akan memberikan jawaban dengan tepat. Hati dan pikiran yang bersatu akan menciptakan momentum tak tertahankan dalam diri untuk semakin mengekspresifkan diri. Saya tidak sanggup menahan gejolak yang menggebu-gebu dalam diri untuk berhenti menulis. Setiap relung hidup yang saya lewati akan menciptakan sebuah panorama tulisan yang indah yang harus segera direalisasikan secepat mungkin. Terkadang 10 jari tangan mengetik cepat tidak bisa mengimbangi kata-kata yang muncul terus menerus dalam pikiran dan disempurnakan oleh hati. Saya hanya ingin tulisanlah yang akhirnya menunjukkan siapa diri saya yang sebenarnya, manusia fana yang hidup dalam ritus kefanaan duniawi. Tak jarang saya sering merasa tidak "hidup" karena kehilangan kata-kata dalam jiwa, sehingga untuk terus menjaga agar pelita kata dalam diriku tidak pupus, saya sering meluangkan waktu, malah sering berlebih untuk lebih banyak membaca. Membaca apa saja. Dari buku textbook kuliah hingga koran. Dari yang diwajibkan hingga yang hanya selingan saja.

Ya, sekarang saya tidak hanya berprinsip membaca dimana saja dan kapan saja selagi waktu masih ada, tapi saya juga berusaha tetap menjaga aturan dalam diri saya dengan menulis dimana saja dan kapan saja walau yang tersedia hanyalah secarik kertas lusuh dan sebatang pensil patah.

Jakarta, 3 Mei 2009